Home Inspirasi Idul Fitri, Taat Ilahi Sepenuh Hati

Idul Fitri, Taat Ilahi Sepenuh Hati

0

Cengos.in – AIhamdulillah, meski masih dalam kondisi pandemi, kita sampai juga ke penghujung Ramadhan. Ramadhan akan segera berakhir. Idul Fitri  akan segera  hadir. Seharusnya ldul Fitri tahun ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kita bisa berbahagia. Berkumpul bersama keluarga, orangtua dan saudara. Menyambung tali silaturahmi.. Namun demikian, wabah Corona yang tak jelas rimbanya, menjadikan  kita tak bisa ke  mana-mana.  Kita hanya bisa menyapa orangtua, keluarga dan saudara  melalui telepon genggam. Sebagian hanya bisa berdoa. Sebagian lagi hanya bisa meneteskan  air mata karena tak bisa lagi bertemu dengan mereka yang sudah pergi untuk selamanya.

Sungguh, hanya orang yang beriman yang bisa mengambil pelajaran. Betapa lemahnya manusia. Hanya dengan makhluk Allah SWT yang tidak kasatmata, virus Corona, manusia sedunia tak berdaya.  Lalu apa yang patut kita sombongkan? Kekayaan, jabatan atau kekuasaan? Semuanya tak berguna.

Sebentar lagi kita merayakan ldul Fitri, Hari Kemenangan. Menang karena kemampuan dan kemauan kita mengalahkan hawa nafsu. Meninggalkan hal-hal yang sebenarnya dihalalkan pada waktu siang. Tak berani  berbuka  sebelum waktunya karena merasa diawasi oleh Zat Yang Maha Mengawasi.

Hakikat Idul Fitri, sebagaimana disampai­ kan oleh Imam Ali radhi­-yalLahu ‘anhu, adalah:

Idul Fitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru. Idul Fitri adalah bagi orang yang aman dari ancaman (neraka). ldul Fitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru. Idul Fitri adalah bagi orang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya. Idul Fitri adalah bagi orang yang diampuni dosa­ dosanya.

Manusia yang bebas dari ancaman neraka, yang ketaatanya bertambah dan yang diampuni dosa-dosanya hanyalah mereka yang bertakwa. Inilah buah puasa Ramadhan, sesuaidengan firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, seba­gaimana puasa itu diwajibkan atas orang­
orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa (TQS al-Baqarah[2]: 183)”.

Kata ” taqwa” berasal dari kata “waqa”. Artinya, melindungi. Maknanya, melindungi diri dari murka dan azab Allah SWT. Wujudnya dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Yang halal dilakukan. Yang haram ditinggalkan. Dalam seluruh aspek kehidupan. Tak ada rasa keberatan sedikit pun terhadap aturan Allah dan kepu­ tusan Rasulullah saw., sebagaimana firman­Nya:
“Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka atas keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (TQS an­ Nisa’ [4]:65)”.

Imam ath-Thabari, saat menafsirkan QS al­ Baqarah ayat 2, mengutip sejumlah pernyataan tentang hakikat orang­ orang bertakwa. AI­ Hasan, misalnya, menyatakan, “Orang­ orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang Allah haramkan atas mereka dan melaksanakan apa saja kewajiban yang Allah titahkan atas mereka”.

lbn Abbas berkata Orang-orang bertakwa adalah mereka yang khawatir terhadap azab Allah ‘Azza wa Jala jika meninggalkan petunjuk­ Nya yang telah mereka ketahui dan mengharap­ kan rahmat-Nya dengan membenarkan apa aja yang datang kepada dirinya (berupa al-Quran, red.).”

Ibn Mas’ud menutur­kan dari sekelompok Sahabat Nabi SAW. bahwa orang-orang yang bertakwa adalah orang­
orang Mukmin.

Abu Bakr ‘Ayyas berkata, “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang menjauhi dosa-dosa besar.”

Qatadah berkata “Orang-orang bertakwa adalah mereka yang disifati dengan sifat-sebagaimana dalam ayat berikutnya, red.-yaitu: orang yang mengimani perkara gaib, menegakkan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang telah Allah limpahkan kepada mereka.”

lbn Abbas juga menyatakan bahwa orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut menyekutukan Allah SWT dan mengamalkan apa saja yang telah Allah SWT wajibkan atas mereka (Lihat: Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Tawil al­~Qur’an, 1/232-233).

Al-Quran pun banyak mengungkap ciri orang­ orang yang bertakwa. Diantaranya sebagaimana inyatakan dalam QS al­
Baqarah ayat 3-5. Demikian juga dalam al­ Hadits. Begitu pun yang dinyatakan oleh para Sahabat dan banyak ulama dari generasi salafush-shalih. Di antaranya adalah yang dinyatakan oleh al-Hasan, “Orang bertakwa memiliki sejumlah tanda yang dapat diketahui, yakni: jujur/benar dalam berbicara; senantiasa menunaikan amanah; selalu memenuhi janji;
rendah hati dan tidak sombong; senantiasa memelihara silaturahmi; selalu menyayangi orang­ orang lemah/miskin; memelihara diri dari kaum wanita; berakhlak baik; memiliki ilmu yang luas; senantiasa ber­taqarrub kepada Allah.” (Ibn Abi ad-Dunya’, Al­ Him, 1/32).

Terkait ciri oran yang bertakwa pula, Wahab bin Kisan bertutubahwa Zubair ibn aAwwam pernah menulis surat yang berisi nasihat untuk dirinya. Di dalam surat itu dinyatakan, “Amma ba’du. Sesung­ guhnya orang bertakwa itu memiliki sejumlah tanda yang diketahui oleh orang lain maupun dirinya sendiri, yakni: sabar dalam menang­gung derita, ridha terhadap qadha’, mensyukuri nikmat dan merendah­kan diri (tunduk) dihadapan hukum-hukum al-Quran.” (Ibn al-Jauzi,
Shifat ash-Shafwah, I/170; Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyah Awliya’, 1/177).

Karena itu sebagai manusia yang insya Allah lulus dari medan Ramadhan, tak layak kita mengabaikan dan mencampakkan al­-Quran. Al-Quran rutin dibaca,, tetapi tak berbekas pada jiwa. AI­ Quran bahkan dilom­bakan, tetapi tak dipaha­mi dan diamalkan. Peristiwa turunnya al­ Quran diperingati, tetapi isinya tak diikuti. Al­ Quran disakralkan, tetapi hukum-hukumnya tak dijadikan aturan kehidu­pan. Fisik al-Quran dijaga dari pemalsuan, tetapi kandungannya tak dijaga dari penyimpangan. AI­ Quran diklaim sebagai pedoman, tetapi tak dijadikan sebagai aturan kehidupan. Al-Quran dijadikan sebagai penenang hati dengan lantunan yang mengalun, tetapi tak dijadikan sebagai sumber hukum. Yang menyedihkan, al­ Quran mulia dianggap oleh negara sebagai hukum negatif yang harus diabaikan.

Jika demikian, berhati-hatilah! Seperti yang dikatakan oleh Anas bin Malik, yang ditulis oleh Imam al-Ghazali, dalam kitab Al-Mursyid al­ Amin, halaman 65:
Banyak orang yang membaca al-Quran, tetapi al-Quran justru melaknat dirinya.

Karena itulah ldul Fitri harus menjadi momentum kita semua untuk berubah. Menjadi manusia baru. Laksana kupu-kupu yang indah memesona, yang baru melewati mas kepompong selama Ramadhan. Taat kepadaAllah dan Rasul-Nya
secara totalitas, tanpa batas.

Exit mobile version